PENGERTIAN MUNASABAH AL-QUR'AN

on Jumat, 26 November 2010

PENDAHULUAN
Al-Qur’an adalah wahyu Allah azza wa jalla yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Shallahu’alaihi wassalam melalui Malaikat Jibril yang sekaligus sebagai mukjizat, untuk disampaikan kepada ummat manusia dengan cara at-Tawatur (langsung dari Rasululllah kepada ummatnya) yang dalam perkembangan selanjutnya termaktub dalam bentuk mushaf. Kandungan pesan Ilahi yang di sampaikan Nabi pada permulaan abad ke-7 itu telah meletakkan tonggak dasar kehidupan individual dan sosial dalam segala aspek, baik secara horizontal (habluminallah) maupun vertikal (habluminannás).
Tanpa pemahaman yang semestinya terhadap al-Qur’an, kehidupan pemikiran dan ubudiyah kaum Muslimin tentunya akan sulit dipahami dan dilaksanakan. Oleh karena itu para ulama Islam sejak masa Shahabat (generasi Shahabat Rasulullah) telah meletakkan dasar dasar ilmu tafsir yang dalam perkembangan selanjutnya menjadi metodologi tafsir yang lengkap.
A. Pengertian Munasabah al-Qur’an
1. Secara Etimologi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Munasabah berarti cocok, sesuai, tepat benar, kesesuaian, kesamaan.
          Adapun Menurut IMAM AL ZARKASYI kata munasabah menurut bahasa adalah mukorobah [mendekati], seperti dalam contoh kalimat : Fulan yunasibu fulan (fulan mendekati / menyerupai fulan). Kata nasib adalah kerabat dekat, seperti dua saudara saudara sepupu, dan semacamnya. Jika keduanya munasabah dalam pengertian saling terkait, maka dinamakan qarabah (kerabat).
2. Secara Terminologi
Munasabah merupakan satu disiplin ilmu yg membicarakan tentang pertautan antara ayat-ayat Al-Qur’an atau antara surah-surahnya berdasarkan penyusunan dalam mushaf. IMAM ZARKASYI sendiri memaknai munasabah sebagai ilmu yang mengaitkan pada bagian-bagian permulaan ayat dan akhirnya.
Pendapat lain mengatakan bahwa munasabah merupakan sebuah ilmu yang digunakan untuk mengetahui alasan-alasan penertiban bagian-bagian dari al-Qur’an.
 Istilah lain yang digunakan ulama untuk munasabah sangat banyak, antara lain Irthibath, Ittishal, Ta’li,l Ta’alul, dan  Tartib. Istilah tersebut memiliki kesamaan  pengertian yaitu hubungan, relevansi dan kaitan.
B. Sejarah Munasabah
1. Pencetus
          Abu Bakr al-Nasyáburi (Wafat 324 H) dikenal sebagai orang yang pertama kali mengangkat persoalan munasabah ini di Baghdad, Irak. Namun karya besarnya dalam tafsir sulit ditemui. Perhatiannya terhadap ilmu ini tampak ketika ia mempertanyakan alasan dan rahasia penempatan ayat dan surat secara kritis terhadap ulama Baghdad pada masa itu. Upayanya menjadikan ia dikenal sebagai pelopor munasabah maka ia di nobatkan sebagai peletak dasar ilmu munasabah.
2. Perkembangan Selanjutnnya
          Dalam perkembangan selanjutnya, munasabah meningkat hingga menjadi cabang ilmu al-Qur’an. Walaupun tidak semua Ulama Islam menyatujui cabang Ilmu munasabah dikarenakan metodologi yang di anggap Sulit.
          Adapun para ulama yang menyusun secara khusus maupun hanya dalam sub bab kitab-kitab mereka yang membahas Munasabah adalah sebagai berikut:
  1. Burhan al-Dien Al-Biqa’I dalam kitab Nazhm ad-Durar fi Tanásub al-Ayat as-Suwar
  2. Al-Zarkasyi dalam kitab Al-Burhan
  3. As-Suyuthi dalam kitab Al-Itqan
  4. Manna al-Qathan dan Shubhi Shalih dalam kitab mereka tentang Asbabul Nuzul
  5. Muhammad al-Ghumary dalam kitab Jawahir al-Bayan fi Tanásub Suwar al-Qur’an
 C. Pembagian Munasabah
1.Segi Sifat
          Secara umum Munasabah terbagi menjadi dua tinjauan, yakni dari segi sifat dan konteks. Adapun dari segi Sifat Munasabah terbagi manjadi dua bagian, yaitu :
a. Persesuaian Nyata (Zhahir al-Irthibath)
          Munasabah ini terjadi karena bagian al-Qur’an yang satu dengan yang lainnya terlihat jelas dan tampak kuat. Deretan beberapa ayat  tersebut terkadang ayat yang satu sebagai penguat, penafsir, penyambung, penjelas, pengecualian atau pembatas dengan ayat yang lain. Misalnya pada QS. al-Isrá ayat ke-1 denga ayat ke-2;
“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS.Al-Isrá :1)
“Dan Kami berikan kepada Musa kitab (Taurat) dan Kami jadikan kitab Taurat itu petunjuk bagi Bani Israil (dengan firman): "Janganlah kamu mengambil penolong selain Aku.” (QS.Al-Isrá :2)
 b. Persesuaian Tidak Nyata (Khafiy al-Irthibath)
          Munasabah ini terjadi karena bagian al-Qur’an yang satu dwngan yang lainnay terlihat sepeti tidak ada persesuaian, bahkan seakan-akan ayat satu dengan ayat yang lain saling berdiri sendiri. Misalnya dalam QS. Al-Baqoroh antara ayat 189 dan 190;
“Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung”  (QS. Al-Baqoroh : 189)
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”  (QS. Al-Baqoroh : 190)
          Ayat ke-189 menjelaskan tentang hilal (bulan sabit), berupa penentuan waktu ibadah haji. Sedangkan Ayat ke-190 menjelaskan tentang peperangan. Sepintas kedua ayat tersebut terlihat tidak saling berhubungan. Padahal jika dicermati dapat diketahui munasabahnya, yakni pada waktu berhaji ummat Islam dilarang berperang, kecuali jika di serang oleh musuh maka mereka di izinkan untuk berperang.
2. Segi Konteks
          Adapun dari segi konteks Munasabah terbagi manjadi dua bagian, yaitu :
a. Munasabah antar ayat
          Ayat al-Qur’an disusun berdasarkan tauqify Nabi, yang bersumber dari hadits-hadits Shahih dan atas Ijma’ ulama dari zaman ke zaman. Susunan yang demikian itu mengandung kedalaman makna dari uslub Al-Qur’an.
          Munasabah antar surat dapat kita temui dalam QS. Ali-Imran Ayat 102 dan 103;
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.”  (QS. Ali-Imran : 102)
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.”  (QS. Ali-Imran : 103)
          Berdasarkan kedua ayat tersebut, ayat pertama memerintahkan untuk bertaqwa sedangkan ayat selanjutnya memerintahkan untuk berpegang teguh kepada Agama Allah, dan ini merupakan dua hal yang sama.
          Munasabah antar ayat ini bisa mengambil bentuk satu materi yang sama maupun mengkromikan dua hal yang kontradiksi. Misalnya dalam QS. Al-A’raf ayat 94 dan ayat 95 yang membicarakan keadaan orang yang durhaka dan rang orang yang beriman.
“Kami tidaklah mengutus seseorang nabipun kepada sesuatu negeri, (lalu penduduknya mendustakan nabi itu), melainkan Kami timpakan kepada penduduknya kesempitan dan penderitaan supaya mereka tunduk dengan merendahkan diri.” (QS. Al-A’raf ayat 94)
(Kemudian Kami ganti kesusahan itu dengan kesenangan hingga keturunan dan harta mereka bertambah banyak, dan mereka berkata: "Sesungguhnya nenek moyang kamipun telah merasai penderitaan dan kesenangan", maka Kami timpakan siksaan atas mereka dengan sekonyong-konyong sedang mereka tidak menyadarinya.”  (QS. Al-A’raf 95)
b. Munasabah antar Surat
          Munasabah antar surat tidak terlepas dari pandangan bahwa al-Qur’an sebagai sebuah satu kesatuan yang antar bagiannya saling berkaitan. Contoh paling menarik adalah ditempatkannnya surat al-Fatihah sebagai surat pembuka di susul surat-surat lainnya yang lebih mendalam dalam pembahasan.  QS. Al-Fatihah berisi pengajaran tentang Tauhid (Keimanan), Hukum-hukum dan Kisah-kisah,
          Surat Al-Faatihah (Pembukaan) yang diturunkan di Mekah dan terdiri dari 7 ayat adalah surat yang pertama-tama diturunkan dengan lengkap diantara surat-surat yang ada dalam Al Quran dan termasuk golongan surat Makkiyyah. Surat ini disebut Al Faatihah (Pembukaan), karena dengan surat inilah dibuka dan dimulainya Al Quran.
Surat ini mengandung beberapa unsur pokok yang mencerminkan seluruh isi Al Quran,
Munasabah antar surat ini mencakup :
  1. Hubungan antara permulaan Surat dengan penutupan surat sebelumya
  2. Hubungan antara permulaan Surat dengan penutupan surat itu sendiri
  3. Hubungan antara dua sorat dalam kesaamaan materi
  4. Hubungan antara kata dan sistematika kata dan sistematika ayat
D. Relevansi Munasabah dengan Ilmu Tafsir
Seperti sudah di bahas sebelumnya Munasabah merupakan satu disiplin ilmu yg membicarakan tentang pertautan antara ayat-ayat Al Qur’an atau antara surah-surahnya berdasarkan penyusunannya dalam mushaf. Dalam proses memahami isi kandungan Al Qur’an munasabah jarang sekali dikatakan sebagai salah satu kaidah penafsiran. Ia kurang populer di kalangan para Mufasir karena di kategorikan sebagai ilmu yang sukar didalami dan dipahami. Lebih-lebih lagi apabila terdapat alternative lain yang dianggap lebih mudah dan senang di pelajari. Ini mengakibatkan penguasaan terhadapnya semakin di abaikan.
Penguasaan seseorang dalam munasabah akan membantu mengetahui mutu dan tingkat kebalagahan al-Qur’an serta konteks kalimatnya antara satu dengan yang lain. Munasabah dapat memudahkan orang dalam memahami makna ayat atau surat al-Qur’an secara utuh tanpa adanya penafsiran yang sepenggal-sepenggal terhadap  ayat ayat al-Qur’an yang tentu saja dapat mengakibatkan penyimpangan dan kekeliruan dalam penafsiran.
Akan tetapi suatu hal ynang penting bagi ummat Islam adanya upaya untuk menafsirkan ulang teks al-Qur’an yang telah dilakukan oleh orientalis-orientalis barat yang tentu mereka menafsirkan bukan atas dasar keimanan , melainkan berdasarkan akal dan sisi historis sebuah teks ayat. Yang seharusnya ummat Islam meyakini al-Qur’an adalah merupakan Wahyu Tuhan yang turun melalui Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad, bukan merupakan teks hasil karya manusia yang bias secara serampangan di tafsirkan dengan dalih lebih ilmiah, tanpa memperdulikan metode penafsiran yang telah disepakati oleh kaum muslimin dari berbagai generasi.
e. Kesimpulan
          Al-Qur’an merupakan kalamullah yang diturunkan sebagai sumber petunjuk manusia (hudaa linnaas) yang berfungsi menghubungkan dirinya dengan Allah dalam ubudiyah dan sesama makhluk dalam mu’amalah (habluminallah dan habluminannaas) berisikan tentang tauhid, hokum-hukum, mu’amalah, ibadah, dan lain sebagainya.
          Kewajiban bagi setiad invidu yang mengaku dirinya beragama islam untuk memahami dan menghayati isi kandungan al-Qur’an untuk dalam proses selajutnya adalah pengamalan yang menyeluruh dalam segala aspek kehidupan. Munasabah adalah sebuah metodelogi dari salah satu upaya memahami al-qur’an dari sisi keterkaitan antar ayat maupun surat itu sendiri, baik dari sifat maupun konteksnya, tanpa terlepas dari kaidah kaidah yang di tetapkan para ulama islam dalam menafsirkan al-Qur’an.
           Jika sebagian orang tidak dapat memahami pesan-pesan yang tersembunyi dalam al-Qur'an, sedangkan orang lain dapat memahaminya, ini merupakan rahasia lain yang diciptakan oleh Allah. Orang-orang yang tidak mengkaji rahasia-rahasia yang diwahyukan dalam al-Qur'an hidup dalam keadaan menderita dan berada dalam kesulitan. Ironisnya, mereka tidak pernah mengetahui penyebab penderitaan mereka. Dalam pada itu, orang-orang yang mempelajari rahasia-rahasia dalam al-Qur'an menjalani kehidupannya dengan mudah dan gembira.
Wallahu A’lam.

SUMBER PENULISAN
1.       Software Alquran Digital  V2.1
2.       Pusat Bahasa DEPDIKNAS, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) , Depdiknas, Cet.--, 2008 M / 1428 H
3.       Supiana, M.ag & M. Kariman, M.Ag, Ulumul Qur’an, Pustaka Islamika, Bandung, Cet.-- , 2000 M / 1419 H
4.       Hartono Ahmad Jaiz, Tasawuf Belitan Iblis, Darul Falah, Jakarta Cet.4, 2002 / 1423
5.       Harun Yahya, Bebarapa Rahasia Al-Qur'an, www.harunyahya.com 2003 M / 1423 H
6.       Anjar Nugroho, Teori munasabah al-Qur’an, www.pemikiranislam.wordpress.com  2007 M / 1428 H
7.       Afifah Binti Abu Bakar Disertasi Sarjana “Abstrak: munasabah al-Qur’an” , www.harapanku.wordpress.com, Kuala Lumpur-Malaysia, 2004 M / 1424 H
Ilustrasi : kembara-insani.blogspot.com



0 komentar:

Posting Komentar